Maka sehubungan dengan ini jugalah antara lain, telaah agama dan pemikiran, dapat pula dipisahkan kemudian (bila memang saja perlu untuk dipisahkan), mengikuti pengaruh adanya sekian banyak konsentrasi penelaahan dan pembangunan potensi manusia yang dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yang juga sesuai menurut para ahli pemikiran modern Barat yaitu:
- penelaahan melalui jalur Akal (berdasarkan logika, rasio, empirik, nyata)
- penelaahan melalui jalur Hati (berdasarkan perasaan, abstrak)
Kemudian kita dapat temukan pula pola, kecenderungan, naluri, tindakan serupa, rangkaian pemilah-milahan di berbagai hal-ihwal ragam sisi kehidupan manusia lainnya yang mengikuti dua pemisahan dasar ini.
Dan karenanya, dengan didominasi peradaban bangsa Barat itu, manusia selama berabad-abad pula membuat pemisahan yang akhirnya menjadi perang berkepanjangan antara:
- Pendukung telaah kehidupan ‘Jalur Akal’ (atau Pemikiran, Logika), melawan,
- Pendukung telaah kehidupan ‘Jalur Hati’ (yang menurut sebagian manusia, adalah Agama atau Iman)
Keduanya sering dianggap bertentangan pula satu sama lain, bagi sementara kalangan.
Dalam Islam sendiri, tidaklah demikian, karena setidaknya saja, keduanya adalah potensi yang diberikan Allah subhanahu wa ta’aala kepada makhlukNya.
Keduanya patut berjalan bersama dan karenanya pula, sepatutnyalah, saling melengkapi satu sama lain. Atau bahkan, sebenarnya, tak ada pembagian demikian.
Dalam Islam, agama mencakup pemikiran (Akal) dan perasaan (Hati), indera, iman, mencakup perbuatan, dan apapun di luar itu, jika ada, yang relevan.
Sudah pulalah ada bukti-bukti pendukungnya, yang cenderung pula dilupakan orang, misalnya tentang apa yang telah dicapai para generasi Islam awal, kegemilangan mereka yang tak terbantahkan sejarah, yang adalah contoh nyata pengejawantahan ini semua.
Yang kemudian kiranya sebaiknya penting diwaspadai adalah bahwa pengkotak-kotakan itu bagi beberapa kalangan yang kurang awas (atau menjadi kurang awas, sengaja atau tidak), dapat menjadi jebakan berbahaya yang mungkin menjerumuskan mereka ke dalam pemahaman lebih lanjut yang juga terkotak-kotak.
Demikian seterusnya dalam jebakan ’lingkaran setan’.
Pemahaman yang terkotak-kotak ini adalah serangkaian pemahaman-pemahaman yang tidak menyeluruh dan cenderung pula menyempit, walau memang pada dasarnya dapat saja demikian secara alami, dan secara naluriah tentu disesuaikan pula dengan potensi masing-masing, sekali lagi.
Namun, apapun juga, keadaan ini, pengkotak-kotakan ini, tetap berbahaya, jika siapapun tak mempunyai gambaran menyeluruh (atau setidaknya mendekati menyeluruh) akan apapun yang ia hadapi.
Dan keterkotak-kotakan ini, tentu saja dapat dipandang menjadi semacam satu pemecahan masalah (sementara) yang dapat melebar ke permasalahan baru (walaupun itu juga adalah satu kewajaran alami, Islami, manusiawi), sampai ke satu titik perhentian akhir nanti. Namun jika tak sesuai dengan apa yang ditetapkan Allah, Sang Pencipta, maka akan tetap tak lengkap, dan jadi fatamorganis, alias menipu.
Maka dapat disadari pula kiranya, bahwa jamak pula umat manusia (setidaknya umat saat ini, sisa dari peradaban Modern yang digantikan masa Post-Modern saat ini, sejak Abad XXI Masehi masa ini, yang cenderung kembali ke hal alami, lebih Islami), cenderung mempercayai sangat akan kekuatan pemikiran (Akal) dan teknologi peradaban manusia (terutama dengan dipimpin cara peradaban Barat), yang ternyata sepanjang jaman pun masih pula berubah-ubah prinsipnya dan tidak membawakan kebaikan dan penyelesaian yang menyeluruh, integratif, paripurna, sistemik (kaafaah).
12
Maka perlu pengarahan, pelurusan, pengembalian ke arah yang benar, ke garis standar dalam sistem Manajemen Kualitas Allah, yang telah ditetapkanNya, agar, insya Allah (dengan ijin Tuhan), selamat di dunia dan di akhirat.
0 Response to "TELAAH JALUR AKAL DAN JALUR HATI"
Post a Comment